Pada tahun 1986, Federal Ministry for Defense negara Jerman memulai dua proyek
teknologi informasi. Kedua proyek tersebut adalah software development environment for
information system (SEU-IS) dan software development environment for
weapon and weapon delivery systems (SEU-WS).
Dalam pelaksanaan kedua proyek tersebut ada beberapa goal yang
ingin dicapai yaitu:
- Membuat biaya dan proses-proses yang
ada pada seluruh software
development process menjadi
jelas.
- Menerapkan minimum standard untuk menjamin kualitas software yang dihasilkan.
- Melakukan standarisasi dan membuat software development process lebih transparan.
V Model dikembangkan
untuk mewujudkan goal di atas. Hal ini disebabkan karena
model-model yang ada pada masa itu dirasa belum sesuai dengan kebutuhan yang
ada.
Variant pertama V Model muncul pada tahun 1988
sebagai akibat dari proyek SEU-WS. Lalu pada tahun 1991, variant V Model yang lebih baru muncul karena
proyek SEU-IS. Hal ini terus berlangsung. Begitu dirasa adanya kebutuhan untuk
melakukan perubahan maka akan dikembangkan variant V Model yang baru.
Variant V Model yang akan dibahas dengan lebih
spesifik di sini adalah variant V Model yang dikembangkan pada tahun
1997. Variant V Model ini muncul karena adanya
perkembangan pada software
development process (misal: object orientation).
V Model terdiri dari 3
tahap. Secara garis besar tahap-tahap tersebut adalah seperti yang akan
dijelaskan di bawah ini:
- Lifecycle
process model
Lifecycle process model menjawab pertanyaan tentang apa yang harus dilakukan. Termasuk
dalam tahap ini adalah menetapkan activity apa yang harus dilakukan, hasil apa
yang diperoleh dari activitytersebut, dan apa saja yang
ada di dalam hasil tersebut.
Allocation of methods menjawab pertanyaan bagaimana cara melakukannya. Termasuk dalam
tahap ini adalah penentuan method apa yang akan digunakan untuk
melakukan activity yang
sudah ditetapkan pada tahap lifecycle process model.
- Functional
tool requirements
Functional tool requirements menjawab pertanyaan tool apa yang bisa digunakan untuk
melakukannya. Termasuk dalam tahap ini adalah penentuan functional
characteristic apa yang
harus dimiliki oleh tool yang akan digunakan untuk melakukan activity pada tahap lifecycle
process model.
Pada
setiap tahap di atas ada empat area of functionality yang dikenal dengan sebutan submodel.
Keempat submodel tersebut adalah:
- Project
management (PM)
Submodel
ini merencanakan, me-monitor,
dan mengontrol proyek. Selain itu submodel ini juga mengirimkan informasi pada
submodel yang lain.
- System
development (SD)
Submodel
ini men-develop software yang ingin dibuat.
Submodel
ini menspesifikasikan standar kualitas yang diinginkan dan memberitahukannya
pada submodel yang lain. Submodel ini juga menspesifikasikan contoh test
case dan kriteria untuk
memastikan bahwa software yang dihasilkan dan proses untuk
menghasilkannya berdasarkan dan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
- Configuration
management (CM)
Submodel
ini melakukan administrasi software yang dihasilkan.
Gambaran tentang tahap, submodel, dan hubungan antara tahap dan
submodel dalam V Model dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Kelemahan V-Model :
- V Model adalah model yang project oriented sehingga hanya bisa digunakan sekali
dalam suatu proyek.
- V Model terlalu fleksibel dalam arti ada beberapa activity dalam V Model yang digambarkan terlalu
abstrak sehingga tidak bisa diketahui dengan jelas apa yang termasuk dalam activity tersebut dan apa yang tidak.
Kelebihan V-Model :
- V Model sangat
fleksibel. V Model mendukung project tailoring dan penambahan dan
penguranganmethod dan tool secara dinamik. Akibatnya sangat
mudah untuk melakukan tailoring pada V Model agar sesuai dengan suatu
proyek tertentu dan sangat mudah untuk menambahkan method dan toolbaru
atau menghilangkan method dan tool yang dianggap
sudah obsolete.
- V Model dikembangkan dan
di-maintain oleh publik. User dari V Model berpartisipasi
dalam change control board yang memproses semua change
request terhadap V Model.